Tak hanya sebagai Presiden Wanita pertama, tapi juga Presiden Muslim kedua setelah 47 tahun! Dan seperti biasa, berita ini pun menjadi bakso panas di Media Sosial dengan judul, “Mana nih yang kemarin gak pengen seperti Singapura?”.
Saya tidak akan mengomentari pernyataan kekanak-kanakan tersebut, tapi saya lebih suka untuk mengajak, yuk kita gali lebih dalam tentang Singapura atau biar lebih keren kita sebut Singapore!
Saya sudah berjanji untuk menahan diri di Media Sosial. Tentu saya masih baca kabar-kabar di Media Sosial dengan cara cepat. Buka di HP kemudian, wuzzz, saya slide terus dan terus dengan cepat. Dengan begitu, hanya kabar yang benar-benar masuk kriteria yang akan terjaring oleh mata.
Dan dari sekian banyak kabar berseliweran di Media Sosial, ada satu kabar yang menarik perhatian saya. Yaitu terpilihnya seorang Presiden Wanita pertama di negara tetangga, Singapura. Tak hanya sebagai Presiden Wanita pertama, tapi juga Presiden Muslim kedua setelah 47 tahun! Dan seperti biasa, berita ini pun menjadi bakso panas di Media Sosial dengan judul, “Mana nih yang kemarin gak pengen seperti Singapura?”.
Saya tidak akan mengomentari pernyataan kekanak-kanakan tersebut, tapi saya lebih suka untuk mengajak, yuk kita gali lebih dalam tentang Singapura atau biar lebih keren kita sebut Singapore!
Siapa penduduk asli Singapura?
Menjawab pertanyaan itu hanya akan memicu perdebatan yang tak ada gunanya. Sama seperti mempertanyakan siapa penduduk asli Indonesia. Tapi mari kita gunakan pendekatan lain. Mari kita ubah pertanyaannya menjadi, bagaimana komposisi demography Singapura di zaman dahulu kala?
Sayangnya, tidak ada catatan yang lengkap tentang Demography Singapura hingga terjadinya sensus di pemerintahan modern. Namun sebuah catatan menyebutkan, ketika Raffles (seorang berkebangsaan Inggris) pertama kali datang di tahun 1819, diperkirakan komposisi Grup Etnis di Singapura adalah 120 orang Melayu, 30 orang Chinese dan beberapa penduduk lokal (orang laut). Atau persentasenya jika hanya mempertimbangkan 2 etnis kurang lebih 79% Melayu, 19% Chinese. Namun terdapat catatan lain yang menyebutkan terdapat 1000 orang dengan mayoritas adalah penduduk lokal. Saat itu, Singapura berada di bawah kekuasaan Tumenggung Kesultanan Johor.
Namun sejak Singapura menjadi pelabuhan internasional, terjadi arus imigran yang luar biasa dan komposisi Grup Etnis berubah. Di tahun 1824, jumlah orang Melayu 4.850 (42%), orang Chinese 3.317 (31%), orang Bugis 1.925 (18%), orang India 756 (7%) dan sisanya 105 adalah etnis lain seperti eropa, arab, dan lain sebagainya. Saat itu, melalui kesepakatan dengan Sultan Johor, Inggris menguasai Singapura menjadi salah satu dari Negeri-Negeri Selat dan menjadikannya bagian dari India Inggris.
Tak perlu waktu lama, hanya 2 tahun kemudian, komposisi berubah. Tahun 1826, jumlah orang Melayu 4.790 (34%), orang Chinese 6.088 (44%), orang Bugis 1.242 (9%), orang India 1.021 (7%) dan sisanya adalah etnis lain seperti eropa, arab, jawa dan lain sebagainya. Kini, penduduk mayoritas adalah etnis Chinese.
Arus imigran tak terbendung. Hal ini dikarenakan Inggris terus mendatangkan pekerja-pekerja dari India dan China karena dianggap lebih baik. Ketika Singapura melakukan pemilihan pertama sebagai Pemerintahan Mandiri, 2 tahun sebelum itu yaitu tahun 1957, komposisi etnis adalah jumlah orang Melayu 197.059 (13%), orang Chinese 1.090.596 (75%), orang India 124.084 (8%) dan sisanya adalah etnis lain. Etnis Chinese menjadi mayoritas mutlak.
Komposisi ini tetap bertahan hingga saat ini yaitu Melayu 13.3%, Chinese 74.3%, India 9.1% dan lainnya 3.2%. Dengan Etnis Chinese tetap menjadi mayoritas mutlak.
Perjuangan Kemerdekaan Singapura!
Awalnya, semenanjung Malaya disebut sebagai Tanah Melayu (Melayu Land) dan dikuasai oleh Sultan-sultan Malaya. Hingga kemudian datang kapal-kapal dari Eropa mengubah segalanya.
Kolonialisme pertama yang menyentuh Malaya (meliputi Malaysia, Singapura dan Brunei saat ini) adalah kolonialisme oleh Portugis. Kemudian digeser oleh Belanda dan akhirnya jatuh dibawah pengaruh Inggris.
Sebelum kemudian jatuh ke tangan Jepang, wilayah Malaya terbagi atas beberapa wilayah. Pertama wilayah yang dikuasai penuh oleh Inggris yang disebut Crown Colony yang dipimpin seorang Gubernur Inggris. Wilayah itu meliputi Penang, Malaka, Singapura dan Labuan yang disebut Negeri-Negeri Selat. Kedua adalah wilayah Negara-negara Perserikatan Malaya yang meliputi Perak, Selangor, Negeri Sembilan dan Pahang yang meskipun merupakan wilayah independen namun dibawah pengaruh Inggris karena segala sesuatu harus melalui persetujuan Inggris. Dan ketiga adalah wilayah Negara-negara Tak Berserikat Malaya yang meliputi Johor, Kedah, Kelantan, Perlis dan Terengganu yang lebih independen namun tetap dibawah pengaruh Inggris. Di antara negara-negara tersebut, Johor memiliki kedudukan lebih spesial sebagai sekutu Inggris.
Pekik “Merdeka!” terdengar pertama kali tatkala Jepang menyerah kalah pada Sekutu. Ya, benar-benar kalimat “Merdeka!” bukan dalam bahasa Inggris “Independece!”.
Ketika Inggris kembali untuk melanjutkan kekuasaannya, penduduk lokal menganggap Inggris tidak mampu mengembalikan keadaan seperti sebelum perang dunia II. Hal ini menyebabkan sentimen anti kolonialisme mendapat sambutan.
Saat itu, Inggris berencana mengabungkan Negara-negara Selat, Negara-negara Perserikatan Malaya dan Negara-negara Tak Berserikat Malaya bergabung menjadi Malayan Union. Namun karena alasan dapat mempersulit proses penggabungan, Labuan (wilayah Borneo) tidak digabungkan. Sedangkan wilayah Singapura juga tidak digabungkan karena mendapat penolakan dari orang-orang Melayu, karena Inggris yang lebih menyukai etnis Chinese dan India akan memberikan hak yang sama bagi semua etnis baik Melayu maupun pendatang seperti Chinese dan India.
Malayan Union kemudian menjadi Perserikatan Malaya.
Dan perjuangan Singapura pun terpisah dari negeri serumpun lainnya.
Inggris secara bertahap melepas Singapura dan Labuan menjadi Pemerintahan Mandiri. Hal ini dimulai dengan dibubarkannya Negeri-Negeri Selat dan dipisahkannya Eksekutif dan Legislatif di tahun 1947.
Di lain pihak, dengan kegagalan Inggris memperbaiki keadaan ekonomi, menjadikan Partai Komunis Malaya menjadi makin kuat dan mulai mengadakan mogok masal.
Tatkala Inggris membatalkan penggabungan Singapura ke dalam Malayan Union, bagi orang-orang Chinese, hal ini dianggap sebagai pengingkaran janji atas kontribusi mereka dalam perjuangan melepaskan diri dari Jepang. Dan alasan demi alasan menjadi lengkap bagi Partai Komunis Malaya untuk memberontak.
Sedikit berbeda dengan perjuangan kemerdekaan Indonesia yang harus melalui pertempuran yang panjang dan menjatuhkan banyak korban, kemerdekaan Singapura dihiasi sedikit pertempuran. Satu yang paling mencolok adalah Darurat Malaya, sebuah sebutan lain perang Malaya oleh Inggris hanya agar tidak disebut sebagai perang dan bisa mendapatkan asuransi.
Darurat Malaya adalah perang antara Pasukan Nasional Pembebasan Malaya yang merupakan sayap militer Partai Komunis Malaya melawan Pasukan Persemakmuran. Pertempurannya menggunakan metode Gerilya dari tahun 1948 hingga 1960.
Di saat yang bersamaan, proses pelepasan dari Inggris menuju Pemerintahan Mandiri terus berlangsung.
Pemilihan pertama terjadi tahun 1955. Pemenangnya saat itu, David Marshall dari Partai Buruh menuntut pemerintahan mandiri penuh namun ditolak Inggris kemudian digantikan oleh Lim Yew Hock yang dapat meyakinkan Inggris untuk pemerintahan mandiri selain urusan pertahanan dan urusan luar negeri.
Dan di pemilihan kedua, tahun 1959, yaitu pemilihan pertama kalinya di masa Pemerintahan Mandiri dibawah payung Persemakmuran, Lee Kuan Yew menjadi Perdana Menteri pertama. Meski belum sepenuhnya menjadi Pemerintahan Mandiri karena pertahanan dan urusan luar negeri masih dibawah kontrol Inggris, namun Singapura telah diakui sebagai Negara. Dan William Allmond Codrington Goode menjadi Yang Dipertuan Negara yang pertama dan kemudian digantikan oleh Yusof bin Ishak.
Menjadi Bagian Federasi Malaya dan Lepas!
Ketika Lee Kuan Yew memimpin, ia mencanangkan rencana penggabungan Singapura ke dalam Perserikatan Malaya. Dan tahun 1963, wilayah Perserikatan Malaya, Singapura, dan wilayah di utara Kalimantan bergabung menjadi satu dengan nama Malaysia. Dan itulah pertama kali wilayah tersebut disebut Malaysia hingga kini.
Namun hal ini tidak lama, karena alasan konflik ideologi, di tahun 1965, Singapura dikeluarkan dari Malaysia oleh parlemen Malaysia.
9 Agustus 1965 kemudian menjadi hari kemerdekaan Singapura (meski masih dibawah persemakmuran Inggris) dengan Perdana Menteri pertama Lee Kuan Yew dan Presiden Pertama Yusof bin Ishak.
Sistem Pemerintahan Singapura!
Singapura adalah negara Republik Parlementer. Artinya, Singapura dipimpin bukan oleh seorang raja atau sultan turun temurun, tapi oleh rakyat yang dipilih menjadi pemimpin. Dan karena menganut sistem Parlementer, pemimpin harus bertanggung jawab pada Parlemen.
Parlemen
Di Singapura parlemen memiliki kekuasaan yang cukup besar. Terdiri 89 orang yang dipilih oleh rakyat. Selain itu, ditambah 3 orang dari Partai non pemerintah dan 9 orang hasil dari nominasi. Anggota yang disebutkan terakhir tidak memiliki suara dalam banyak sidang.
Hingga saat ini, partai yang selalu berkuasa adalah People Action Party dengan suara hingga 70%.
Perdana Menteri
Perdana Menteri adalah anggota Parlemen dari partai pemenang. Perdana Menteri ditunjuk oleh Presiden (yang tentu memilih kandidat dari partai pemenang). Jadi, bisa dikatakan, partai yang memenangkan kursi Parlemen dapat dipastikan akan mendapatkan kursi Perdana Menteri.
Perdana Menteri adalah Kepala Pemerintahan. Dia memiliki kekuasaan penuh menjalankan pemerintahan. Perdana Menteri dibantu oleh Kabinet yang dipilih oleh Presiden melalui masukan Perdana Menteri. Anggota Kabinet adalah anggota Parlemen.
Sejak merdeka tahun 1965, Singapura baru memiliki pergantian 3 Perdana Menteri. Dengan Lee Kwan Yew yang memimpin hingga 25 tahun dan Goh Chok Tong hingga 13 tahun dan Perdana Menteri saat ini, Lee Hsien Loong (anak Lee Kwan Yew) yang sudah menjabat 13 tahun.
Presiden
Presiden adalah perubahan nama dari kursi yang sebelumnya disebut sebagai Yang diPertuan Negara sejak merdeka tahun 1965. Presiden adalah Kepala Negara. Sebelum amandemen tahun 1991, Presiden ditunjuk oleh Parlemen dan hanya memiliki kewenangan seremonial semata.
Tahun 1991, terjadi amandemen yang mengamanatkan Presiden dipilih langsung. Sebelum pemilihan Presiden, sebuah panitia pemilihan presiden dibentuk untuk menyaring Kandidat Presiden sesuai kriteria yang ditentukan seperti; integritas, karakter dan reputasi yang baik, berpengalaman di pos pemerintahan tertentu, atau Chief Executive dengan saham dengan nilai tertentu selama 3 tahun terakhir atau memiliki kemampuan terkait managemen keuangan dan memiliki senioritas dalam sektor publik maupun private dan lainnya.
Ketatnya kriteria inilah yang kemudian menyebabkan di tahun 1999 hingga 2011 S. R. Nathan terpilih bukan karena Vote tapi karena menjadi satu-satunya kandidat yang memenuhi kriteria.
Kriteria ditambahkan dengan amandemen terbaru dimana posisi Presiden haruslah bergantian antara etnis Chinese, Melayu, India dan Minoritas lain. Dan ini mulai diterapkan di pemilihan presiden tahun 2017 ini dengan Halimah Yacob dinyatakan sebagai Presiden Singapura karena menjadi satu-satunya kandidat yang memenuhi kriteria.
Sejak Presiden dipilih langsung, selain memiliki kewenangan seremonial, Presiden juga memiliki sedikit tambahan kekuasaan seperti veto dalam menentukan penggunaan keuangan negara dan pemilihan kandidat untuk pos-pos tertentu seperti Hakim.
So.. Apa yang sebenarnya terjadi?
Jika kita coba rangkum dalam tulisan singkat yang terjadi di Singapura..
Sebuah wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh penduduk lokal, kemudian tiba-tiba terjadi arus imigran tenaga kerja yang sangat luar biasa hanya dalam beberapa tahun. Hingga jumlah imigran jauh melampui jumlah penduduk lokal.
Etnis mayoritas tiba-tiba menjadi minoritas dan minoritas tiba-tiba menjadi mayoritas.
Dan saat dilakukan pemilihan pemimpin, maka kaum imigran menjadi penguasa dari masa ke masa.
Setidaknya, kaum imigran pekerja masih memiliki sopan santun dengan memberikan setetes kekuasaan bagi penduduk lokal yang kini minoritas. Meski itu harus menunggu 47 tahun dan entah untuk berapa lama..
(note: kursi Presiden berlaku 6 tahun).
So.. Masih pengen seperti Singapura?
*sumber dari Wikipedia berbahasa Inggris
Like this:
Like Loading...